Cerita Menarik Raport Merah DiBalik #2019 Ganti Presiden

Cerita Menarik Raport Merah DiBalik #2019 Ganti Presiden
pojokpress.Iseng-iseng minggu lalu aku tanya anak-ku lanang yg baru berusia 16 tahun, “Coba tebak Jokowi masih bisa bertahan jadi presiden gak ditahun 2019?” Di luar dugaan dia menjawab, “Pasti tumbang Yah”. Aku kaget juga atas jawabannya yg polos.

Saking penasaran aku pengin tahu apa alasannya memastikan Jokowi akan tumbang ditahun 2019. Jawaban dia ternyata simple saja. Katanya, banyak orang yang sudah kecewa atas kepemimpinannya yang lemah. Umat Islam banyak yg sakit hati. Negara terjerat utang besar. Masalah ini yang membuat Jokowi tidak dipercaya lagi. Dalam hati, anak jaman now oke juga analisanya.

Selain itu, pengganti Jokowi kata anakku: Prabowo Subianto. Menurutnya tak ada tokoh politik lain yg bisa menandingi Jokowi selain Prabowo. Anies dan Gatot belum waktunya, mereka masih bisa jadi wakilnya. Saatnya Prabowo memimpin negeri ini setelah tertunda di Pilpres 2014. Ia yakin Prabowo bisa membawa perubahan bagi Indonesia yg lebih baik, jadi negara yg mandiri dan berdaulat.

Wah, ada benarnya juga yg dikatakan anak-ku. Selama ini nasib rakyat tidak mengalami perubahan yg berarti. Harga kebutuhan pokok, BBM dan listrik semakin tinggi. Industri nasional hancur akibat gempuran produk impor, khususnya dari China. Defisit neraca perdagangan kita dengan negara lain semakin besar. Neraca perdagangan dengan China defisit mendalam sampe US$ 3,2 miliar.

Utang semakin menggunung. Utang luar negeri kita pada akhir Januari 2018 meningkat 10,3 persen (yoy) jadi 357,5 miliar dollar AS atau sekitar Rp 4.915 triliun. Utang dari China mencapai US$ 16 miliar. Pemerintah anggap utangnya masih wajar tapi sejumlah analis ekonomi ingatkan untuk hati-hati. Ada jebakan utang dari China, ada kekuatiran kita gagal bayar utang, dan negara kita tergadaikan.

Selama ini yg dibanggakan pembangunan infrastruktur. Tapi itu dilakukan dengan hilangkan sebagian besar subsidi rakyat dan berhutang pada asing/ China. Alih-alih mendongkrak pertumbuhan ekonomi, yg terjadi malah melemahnya daya beli masyarakat dan lesunya ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi stagnan diangka 5,05%. Selama tiga tahun ini terjadi defisit anggaran, tahun 2017 defisit APBN sebesar 2,57 persen atau senilai Rp 345,8 triliun.

Bagi-bagi sertifikat tanah yg diandalkan juga tidak mengatasi masalah mendasar ketimpangan penguasaan tanah. Saat ini petani dengan kepemilikan lahan kurang dari 0,5 hektar meningkat tajam hingga 56 persen. Sebaliknya 0,2% orang dengan perusahaanya kuasai 74% tanah melalui konglomerasi atas perkebunan sawit, perumahan/ real estate, pertambangan, dan hak penguasaan hutan. Selama tiga tahun konflik agraria justru meningkat drastic hingga 50% atau sebanyak 1.361.

Tingkat kemiskinan juga belum beranjak terentaskan karena belum efektifnya program pemerintah. Selama lima tahun ini, pemerintah hanya mampu mengurangi jumlah penduduk miskin sekitar 2,5 juta jiwa. Pengangguran pun semakin merajalela. KSPI bilang jumlah PHK pada tahun 2017 lalu mencapai 20.000-25.000. Batam mati suri, puluhan pabrik tutup dan mengurangi pekerjanya. Anehnya pekerja asing semakin dipermudah masuk bekerja di Tanah Air.

Swasembada pangan yang dijanjikan juga gatot, gagal total. Produksi padi menurun. Terbukti pemerintah mengimpor beras sebanyak 500.000 ton dari Vietnam dan Thailand. Padahal katanya pemerintah memiliki serapan beras 8.000-9.000 ton per hari. Bahkan, di beberapa daerah mengalami surplus beras. Tapi memang lahan pertanian kita semakin tergerus habis, nasib petani pun semakin tersingkir di tengah ekspansi modal yg menggila.

Di tengah keterpurukan itu, kita juga miris masih banyak orang kaya yang menyimpan hartanya di luar. Data Kementerian Keuangan menunjukkan minimal dana parkir di LN itu mencapai sekitar Rp 11.000 triliun. Angka ini mirip dengan versi Credit Suisse, RP 11.125 triliun. Itu juga yang sering diingatkan Prabowo soal kebocoran kekayaan kita ke luar negeri. Program Tax Amnesty pun gagal bawa dana WNI di luar negeri atau repatriasi sebesar Rp 29 triliun.

Itu baru sebagian dari raport merah pemerintahan kita selama ini. Masih banyak yang belum kita persoalkan. Jadi, masihkah kita optimis dengan nahkoda kita yang lama untuk membawa bangsa dan negara ini mewujudkan Indonesia yang lebih baik, mandiri dan berdaulat? Kalau aku sih gak bisa menaruh harapan besar ini pada sosok lama yg lemah, yg dikelilingi kepentingan asing dan pemodal raksasa yang ingin menggeruk kekayaan alam kita. Kita butuh pemimpin baru!!!!

#2019GantiPresiden 

Negara Darurat Ke Pemimpin.. Yuk satukan Suara Untuk Indonesia yang Lebih baik

Comments

Popular posts from this blog

Perayaan Hari Tanpa Bayangan seDunia

Sisi Jalan Bogor, Begini Kawasan Parkir Tarif Khusus!